Alumni UMY dalam Membuka Kerjasama Indonesia – Turki

Turki memiliki kedekatan sejarah dengan masyarakat Indonesia. Bahkan, jauh sebelum Indonesia berdiri sebagai sebuah negara, rakyat Aceh menjadi pembuka hubungan diplomatik dengan Turki yang saat itu merupakan sebuah kerajaan besar di Asia Tengah.

Duta Besar RI untuk Turki Lalu Muhamad Iqbal, dalam bincang-bincang dengan Kompas, akhir pekan lalu, mengatakan, hubungan itu dimulai ketika jemaah haji asal Aceh yang hendak pergi ke Mekkah dicegat oleh para perompak Portugis. Hubungan baik yang terjalin antara Kerajaan Aceh saat itu dan Kekaisaran Ottoman di Turki membuat Sultan Ahmed I mengirimkan tiga kapal untuk memberi pengamanan pada jemaah haji asal Aceh.

Setelah itu, para perompak tidak berani mendekat dan jemaah haji asal Aceh tiba di Mekkah dengan selamat serta bisa beribadah dengan tenang.

Akan tetapi, setelah itu hubungan keduanya tak bergerak maju menyusul terjadi diskoneksi pasca-keruntuhan Kekaisaran Ottoman. Padahal, keduanya memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan dalam berbagai sektor. ”Di kalangan negara-negara berkembang, Indonesia dan Turki itu dipandang sebagai negara yang paling maju industrinya,” kata Iqbal.

Dipandang sebagai negara yang paling maju dalam industrinya tak serta-merta memberikan manfaat besar bagi perekonomian kedua negara. Volume perdagangan kedua negara sekitar 1,6 miliar dollar Amerika Serikat, terbesar di kawasan. Namun, angka itu bisa berlipat ganda jika keduanya mengenal potensi satu sama lain. ”Kita tak mengenal potensi satu sama lain,” ujarnya.

Di bidang jasa konstruksi, Asosiasi Konstruksi Turki dikenal sebagai pemain kelas dunia, mengerjakan berbagai proyek di Timur Tengah, Eropa, dan Amerika. Menurut Iqbal, mereka beroperasi di 126 negara di dunia. Namun, sejauh ini Indonesia, yang tengah mengembangkan diri, belum menjadi salah satu negara yang dilirik. ”Tahun ini kami tengah berupaya agar mereka bisa berinvestasi di bidang infrastruktur di Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, sebagai tindak lanjut kesepakatan ekonomi komprehensif (CEPA) Indonesia-Turki tahun 2017, pemerintah kedua negara sepaham untuk melanjutkan secara perlahan kesepakatan itu agar bisa menguntungkan kedua pihak. Iqbal mengatakan, sebagai langkah awal diprioritaskan trade in goods dan rule of origin (ROO).

Kerja sama pertahanan

Industri pertahanan, menurut Iqbal, mungkin menjadi hal yang bisa merekatkan hubungan ekonomi kedua negara. Sejumlah kerja sama antara Indonesia dan Turki tengah disiapkan dalam upaya Indonesia memperbaiki postur pertahanannya.

Dalam pandangan Iqbal, industri pertahanan Turki memiliki beberapa keunggulan, yaitu lebih dari 70 persen sudah diproduksi di dalam negeri, sudah memenuhi standar produksi NATO, dan bahkan sudah combat-proven (terbukti di dalam pertempuran).

Industri militer Turki dan Indonesia juga tengah menjalin kerja sama pengembangan kapal rudal cepat dan combat management system (CMS) untuk peralatan tempurnya. Industri militer Turki, menurut Iqbal, bersedia bekerja sama dengan industri Indonesia untuk transfer pengetahuan dan teknologi peralatan tempur mereka, terutama yang dibeli oleh Indonesia.

”Sudah saatnya kita mengonversi belanja alutsista (alat utama sistem persenjataan) ini dari cost-center menjadi profit-center. Sekarang kita belanja, dapat barangnya, suatu hari nanti kita produksi, dan kita jual alat itu ke negara lain,” kata Iqbal. Pasarnya, dalam pandangan Iqbal, negara-negara di Asia Pasifik.

 

(Sumber : kompas.id)

Facebook
Twitter
Pinterest
WhatsApp

Terbaru

Gelar Tabligh Akbar bersama Adi Hidayat, UMY Salurkan 8,2 Miliar untuk Beasiswa

PPK Ormawa BEM FISIPOL UMY Berdayakan Perempuan Melalui “Sekolah Srikandi”

Angkat Isu Komersialisasi Anak Lewat Poster Digital, Kontingen UMY Raih Juara di Ajang PIMNAS UNAIR 2024

Kemampuan Berpikir Kritis Angga Buktikan Prestasi Mahasiswa Bertalenta PIMNAS

Zaskia Adya Mecca Ajak Mahasiswi Seimbangkan Karir dan Kewajiban Bagi Perempuan